Lelaki kurus itu marah
Kepada sebilah tanah bernama Gazah
Yang ia pandangi tidak bisa berubah
Bernama nukbah yang lebih tua dari umurnya yang sayah
Lelaki kurus itu tidak habis mengerti
Kepada diri dan benaknya sendiri
Yang masih kuat menterjemah darah setiap hari
Dan setiap bulan mengambil gaji
Lelaki kurang cerdas itu berpikir
Jika berhenti, apa perang akan berakhir
Dan masa depan biar mengikuti takdir
Biarkan mengalir dan tergenang seperti air
Lelaki bingung itu menyalakan rokok
Mengamati berita dengan pikiran mentok
Menyerapahi pimpinan yang dinilainya goblok
Membereskan asbak dunia yang kenyang puntung rokok
Sudah jutaan rintihan doa diangkat ke atap langit
Sudah jutaan mulut meneriakkan pertolongan
Sudah jutaan waktu juga koran pagi menulis
Gazah adalah perang, perang adalah Gazah
Lelaki kosong itu bingung berbuat apa
Selain,
Keluar rumah memutari pasar mencari strawberry
Ia pisahkan yang segar dari yang busuk
Ia lumat kuat-kuat yang busuk dengan genggaman
Ia kucurkan keringat Palestina bernama Zaitun
Ia campur dengan cat merah dan hitam
Ia lumat kuat-kuat kembali
Ia genggam lumpur strawyberry wangi itu
Ia campakkan ke gabus putih yang polos
Ia pandangi bercak berdarah dari buah musim dingin itu
Ia ambil satu
persatu buah tak berdosa itu
Ia tancapkan dengan jarum dan paku
Ia jajarkan membentuk barisan kuburan manusia
Sepetak kuburan, cairan buah segar mengalir tak berhenti
Lelaki kisut itu seperti sadar
Atas setiap tanya yang sangat wajar
Sayang sekali, menyiakan bebuahan segar
Ia hanya bisa melempar komentar
Seperti itu, manusia Gazah berguguran dalam dunia yang
masih sadar
Di pagi yang lelap, ia sendiri, menterjemah lagi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar