~

~ Sengkarut ide, serakan asa dan serpihan momen::

Senin, 01 April 2013

Jadinya, Menengok!

Sudah lama tidak menengok blog ini.

Sebentar! Bukannya ini blog saya sendiri. Adakah aku sudah bukan seorang tuan rumah yang baik?

 
Entahlah. Tapi yang jelas begini: setiap hari saya mengetik dua atau tiga halaman hampir tiap hari. Saya menyalin informasi penting dan terkadang rahasia dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia. Yang tidak mengenakkan adalah “semakin banyak yang kita tahu, semakin banyak yang kita rindukan.” Ternyata menyakitkan sebuah “pengetahuan mengenai banyak hal”. Pada pengalaman saya, sudah cukup membuat saya muntah setiap pagi ketika mengetahui jumlah korban yang mati akibat bentrok demonstran di Kairo, keputusan hukuman mati 21 tersangka tindak pidana kerusuhan Port Said yang menewaskan 70 supporter sepakbola Ahly Kairo, serangan Israel membantai warga Palestina, mengendus sumber dana organisasi Islam besar di Mesir, cadangan devisa Mesir yang sebentar lagi mau habis dan lain lain…

Praktis, saya jadikan otak saya seperti mesin penyelep tepung dari beras. Saya tidak berfikir. Karenanya ketika selesai mengetik, saya tidak merasa sudah menulis. Dan saya sadar telah menghilangkan satu langkah penting dalam menghadirkan sebuah tulisan: berpikir.

Aku berpikir maka aku ada, kata Descartes.Aku mengingat, maka aku ada, kata Milan Kundera.Aku tertawa, karena aku ada, kata cerita Malaikat di Le Livre du rireet de L’oubliAku menulis, maka aku hidup, kata Naguib Mahfoudz.


Ini yang saya ingat, dalam kondisi minus nol, Naguib membebaskan dirinya dengan menulis. Ia meng-a-d-a-kan eksistensinya dengan tulisan. Lalu di bagian ini saya akui ingin mencontohnya: menulis catatan harian dengan niat akan tidak saya tunjukkan kepada siapapun. Kamu tahu mengapa? Karena saya masih seonggok masa lalu. Dan terjebak dalam keadaan begini terus-menerus, bagi saya adalah sebuah kesalahan fatal.

Kemudian kuputuskan: privat harus ditempatkan di ruang privat dan publik harus ditempatkan di ruang publik. Gampangnya seperti ini: kalau saya bertengkar dengan ayah saya, saya tidak bisa mengumbarnya di Facebook atau di blog ini. Kemarahan ayah saya terhadap saya adalah urusan publik bagi kami sekaligus urusan privat bagi kawan-kawan saya di sini.

Well, lanjut…

 
Saya sudah sangat menikmati hari-hari semenjak awal tahun kemarin. Bisa membeli buku waktu ada pameran buku internasional di Kairo, membacanya (tentu masih banyak yang belum terbaca), menikmati jalan-jalan, mengurusi pekerjaan, mengajar orang-orang (tepatnya gadis-gadis mahasiswi yang cantik) Mesir bahasa Indonesia di Ismailiyah, sesekali nonton musik klasik di opera, sudah jarang nonton film, berkumpul dengan kawan-kawan, dan lain-lain. Rutinitas? Iya memang. Yang kadang membosankan dan tak jarang mengasyikkan.

Oh iya, beberapa minggu ini, saya mengalami sejumlah hal:

Jalan-jalan ke Downtown, menemukan lagi toko-toko buku yang lama tak saya datangi. Sambil memborong belasan buku bulanan. Setidaknya sudah punya rencana, kemana buku itu akan dilarikan setelah dibawa pulang.

Serius searching
"Islam and Music" di Google. Muncullah banyak tautan teratas yang menyebutkan bahwa Islam melarang musik. Mencengangkan. Agama yang saya peluk melarangnya? Walaupun saya bukan pemain biola yang baik, hal ini bagi saya adalah masalah besar.

Mulai belajar menyetrika baju setelah mencuci. Dan menemukan alamat toko buku murah yang pemiliknya saya kenal. Berkali-kali mencari kartu namanya di lemari baju dan nihil. Menyenangkan, kan? Seperti halnya kamu keluar dari kamar mandi restuan lalu kembali ke meja makan dan kamu dapati makanan pesananmu sudah terhidang.


Membaca lelucon menarik. Seorang beragama menyodorkan dua kue manisan kepada orang Eropa. Yang satu terbuka, yang satu tertutup plastik. Orang shalih itu bertanya, "Mana yang akan kamu pilih?" Orang Eropa itu menjawab, "Tentu saya memilih kue yang sudah terbuka." Saya tahu, maksud lelucon ini mau menggambarkan pilihan antara wanita yang menutup auratnya dengan yang tidak. Saya dibuat tertawa sekaligus ingat, bagaimana saat membaca buku Milan Kundera, saya sebenarnya harus ekstra bersabar.


Mendapati iklan les bahasa Turki murah di dekat tempat tinggal. Argh, jadi pengen les.


Ssst, sudah awal bulan. Sudah jadwalnya menghafal Al Qur’an. Mau lulus tahun ini kan?

Nb: saya sedang menengok, bukan menulis.